Penerbit :
Tebal :
Harga :
Buku inilah yang telah membawa Julia Roberts ke Indonesia. Ceritanya yang menyentuh jutaan hati di seluruh dunia diangkat ke layar lebar. Julia Roberts sebagai pemeran utamanya alias sebagai Elizabeth Gilbert, karena memang buku ini adalah buku nonfiksi yang mengisahkan tentang pengalaman nyata pribadi si penulisnya.
Eat Pray Love adalah catatan perjalanan Elizabeth Gilbert dalam mencari kedamaian pasca perceraian pahit yang dialaminya. Elizabeth, atau Liz -panggilan akrabnya- berkelana ke Italia, India, dan Indonesia.
Di Italia, Liz menikmati wisata kuliner. Hidup ternyata menyenangkan, dan makan (eat) serta bersenang-senang adalah satu cara merayakannya. Dari gairah menikmati dunia, Liz menuju India. Selama empat bulan dia berada di sebuah ashram, belajar meditasi. Di sana dia menemukan kebahagiaan dalam hening dan doa (pray). Ketika riuh pikiran disenyapkan, dan kembali mendekatkan diri kepada-Nya, dia menemukan damai. Selanjutnya, Liz menuju Indonesia. Di Bali, dia menemukan cinta (love) dan keseimbangan. Seorang 'pintar' (Ketut Liyer) kembali mengajari dia arti kehidupan. Kata-katanya yang tak pernah Liz lupakan, "Anda jauh lebih beruntung daripada semua orang yang pernah saya temui. Anda akan panjang umur, punya banyak teman dan pengalaman. Anda hanya punya satu masalah besar. Anda terlalu khawatir." Di Bali, hati Liz tertambat kembali. Kali ini pada seorang pria Brazil, dan hubungan ini lebih damai bagi Liz, karena sang pria itu mencintainya begitu saja. Tanpa mengharap Liz memenuhi kebiasaan di masyarakat, bahwa pernikahan adalah lembaga untuk meneruskan keturunan. Liz pun menikah dengan pria itu dan hidup bahagia di New Jersey.
LAHIRNYA EAT PRAY LOVE
Eat Pray Love berawal dari akhir buruk pernikahan pertama Elizabeth Gilbert, sang penulisnya sendiri. Liz tidak mau punya anak, baik dari suaminya maupun dari laki-laki lain. Sedangkan suaminya sebaliknya, sangat menginginkan anak. Perbedaan itulah yang membuat mereka berpisah.
Perceraian adalah masalah besar pertama yang dihadapi Liz. Dia menderita karena mengecewakan orang lain, dirinya sendiri, dan juga anak yang tidak akan pernah dia lahirkan. Dalam keadaan tertekan, Liz pun memutuskan untuk traveling. Perjalanan kali ini dalam rangka mengobati hatinya dan mencari kedamaian.
Karena sudah melahirkan tiga buku, sebuah penerbit mendanai perjalanan selama satu tahun itu. Liz menuju tiga negara dan menyesap saripati hidup di sana. Dia ingin menjelajah seni menyenangkan diri di Italia, seni pemasrahan diri di India, dan di Indonesia, seni untuk menyeimbangkan keduanya.
TENTANG PENULIS Elizabeth Gilbert kini dikenal sebagai salah satu novelis top dunia. Namanya bahkan masuk dalam salah satu dari 100 orang paling berpengaruh di dunia versi Majalah Time pada tahun 2008.
Liz lahir di sebuah keluarga petani cemara di Connecticut pada 1969. Kakak perempuannya, Catherine Murdoc, juga penulis. Dia penulis Dairy Queen dan The Off Season. Setelah kuliah, Liz bertahun-tahun keliling AS. Bekerja sebagai apa saja (kebanyakan sebagai pramusaji dan bartender) selama enam bulan, menabung, kemudian berbekal tabungan melakukan perjalanan. Setelah uang habis, Liz bekerja kembali. Begitu seterusnya. Dan perjalanannya ke tiga negara, Italia, India, dan Indonesia adalah yang populer.
Sebelum mendunia berkat Eat Pray Love, Liz sebenarnya sudah menjadi penulis. Liz menulis banyak cerpen, beberapa buku, dan juga menjadi penulis lepas di beberapa media. Termasuk di majalah GQ. Catatannya sebagai bartender di majalah itu sangat disuka hingga menjadi inspirasi bagi film Coyote Ugly.
Liz pada akhirnya melejit berkat Eat Pray Love. Buku ini sukses luar biasa. The New York Times menyebutnya sebagai salah satu dari 100 buku terbaik di tahun 2006, karena nangkring terus dalam daftar buku favorit mereka selama 57 minggu. Entertainment Weekly juga memilihnya sebagai salah satu dari 10 buku nonfiksi terbaik di tahun itu. Novel itu pun diterjemahkan ke lebih dari 30 negara, dan terjual lebih dari 7 juta kopi.
Setelah Eat Pray Love, Liz tetap menulis, dan bukunya yang terbaru yang merupakan lanjutan dari Eat Pray Love, yaitu Commited : A Skeptic Makes Peace with Marriage dirilis Januari lalu.***
Tebal :
Harga :
Buku inilah yang telah membawa Julia Roberts ke Indonesia. Ceritanya yang menyentuh jutaan hati di seluruh dunia diangkat ke layar lebar. Julia Roberts sebagai pemeran utamanya alias sebagai Elizabeth Gilbert, karena memang buku ini adalah buku nonfiksi yang mengisahkan tentang pengalaman nyata pribadi si penulisnya.
Eat Pray Love adalah catatan perjalanan Elizabeth Gilbert dalam mencari kedamaian pasca perceraian pahit yang dialaminya. Elizabeth, atau Liz -panggilan akrabnya- berkelana ke Italia, India, dan Indonesia.
Di Italia, Liz menikmati wisata kuliner. Hidup ternyata menyenangkan, dan makan (eat) serta bersenang-senang adalah satu cara merayakannya. Dari gairah menikmati dunia, Liz menuju India. Selama empat bulan dia berada di sebuah ashram, belajar meditasi. Di sana dia menemukan kebahagiaan dalam hening dan doa (pray). Ketika riuh pikiran disenyapkan, dan kembali mendekatkan diri kepada-Nya, dia menemukan damai. Selanjutnya, Liz menuju Indonesia. Di Bali, dia menemukan cinta (love) dan keseimbangan. Seorang 'pintar' (Ketut Liyer) kembali mengajari dia arti kehidupan. Kata-katanya yang tak pernah Liz lupakan, "Anda jauh lebih beruntung daripada semua orang yang pernah saya temui. Anda akan panjang umur, punya banyak teman dan pengalaman. Anda hanya punya satu masalah besar. Anda terlalu khawatir." Di Bali, hati Liz tertambat kembali. Kali ini pada seorang pria Brazil, dan hubungan ini lebih damai bagi Liz, karena sang pria itu mencintainya begitu saja. Tanpa mengharap Liz memenuhi kebiasaan di masyarakat, bahwa pernikahan adalah lembaga untuk meneruskan keturunan. Liz pun menikah dengan pria itu dan hidup bahagia di New Jersey.
LAHIRNYA EAT PRAY LOVE
Eat Pray Love berawal dari akhir buruk pernikahan pertama Elizabeth Gilbert, sang penulisnya sendiri. Liz tidak mau punya anak, baik dari suaminya maupun dari laki-laki lain. Sedangkan suaminya sebaliknya, sangat menginginkan anak. Perbedaan itulah yang membuat mereka berpisah.
Perceraian adalah masalah besar pertama yang dihadapi Liz. Dia menderita karena mengecewakan orang lain, dirinya sendiri, dan juga anak yang tidak akan pernah dia lahirkan. Dalam keadaan tertekan, Liz pun memutuskan untuk traveling. Perjalanan kali ini dalam rangka mengobati hatinya dan mencari kedamaian.
Karena sudah melahirkan tiga buku, sebuah penerbit mendanai perjalanan selama satu tahun itu. Liz menuju tiga negara dan menyesap saripati hidup di sana. Dia ingin menjelajah seni menyenangkan diri di Italia, seni pemasrahan diri di India, dan di Indonesia, seni untuk menyeimbangkan keduanya.
TENTANG PENULIS Elizabeth Gilbert kini dikenal sebagai salah satu novelis top dunia. Namanya bahkan masuk dalam salah satu dari 100 orang paling berpengaruh di dunia versi Majalah Time pada tahun 2008.
Liz lahir di sebuah keluarga petani cemara di Connecticut pada 1969. Kakak perempuannya, Catherine Murdoc, juga penulis. Dia penulis Dairy Queen dan The Off Season. Setelah kuliah, Liz bertahun-tahun keliling AS. Bekerja sebagai apa saja (kebanyakan sebagai pramusaji dan bartender) selama enam bulan, menabung, kemudian berbekal tabungan melakukan perjalanan. Setelah uang habis, Liz bekerja kembali. Begitu seterusnya. Dan perjalanannya ke tiga negara, Italia, India, dan Indonesia adalah yang populer.
Sebelum mendunia berkat Eat Pray Love, Liz sebenarnya sudah menjadi penulis. Liz menulis banyak cerpen, beberapa buku, dan juga menjadi penulis lepas di beberapa media. Termasuk di majalah GQ. Catatannya sebagai bartender di majalah itu sangat disuka hingga menjadi inspirasi bagi film Coyote Ugly.
Liz pada akhirnya melejit berkat Eat Pray Love. Buku ini sukses luar biasa. The New York Times menyebutnya sebagai salah satu dari 100 buku terbaik di tahun 2006, karena nangkring terus dalam daftar buku favorit mereka selama 57 minggu. Entertainment Weekly juga memilihnya sebagai salah satu dari 10 buku nonfiksi terbaik di tahun itu. Novel itu pun diterjemahkan ke lebih dari 30 negara, dan terjual lebih dari 7 juta kopi.
Setelah Eat Pray Love, Liz tetap menulis, dan bukunya yang terbaru yang merupakan lanjutan dari Eat Pray Love, yaitu Commited : A Skeptic Makes Peace with Marriage dirilis Januari lalu.***
0 komentar