Hari/tanggal : Minggu/ 08 November 2009
Pukul : 08.30 WITA – selesai
Tempat : Gedung I lantai III Kampus Uniska Banjarmasin
Narasumber : 1. Prof. Dr. Muhajir Darwin, MPA (Guru Besar Kebijakan Publik UGM
Yogyakarta)
2. M. Riban Satia, S.Sos, M.Si (Walikota Palangkaraya)
3. Tri Widodo Wahyu Utomo, SH, MA (LAN Samarinda)
Pendaftaran : 29 Oktober – 07 November 2009
Rp 50.000/ orang (regular)
Rp 75.000/orang (non-reguler)
Fasilitas : - Snack
- Seminar kit
- Sertifikat
Contact person : Dwi – 0852 519 8181 7
Fika - 0852 4851 3355
Seminar Umum “SINERGI PERGURUAN TINGGI DAN PEMDA DALAM MEMBANGUN SDM KALIMANTAN” by BEM FISIP UNISKA
Pendidikan adalah salah satu poin utama dalam hubungan kerja sama Indonesia-Amerika Serikat. Sebagai tindak lanjut dari komitmen tersebut, United States Agency for International Development (USAID) melalui Human Institutional Capacity Development (HICD) yang bekerja sama dengan Academy for Educational Development (AED) memberikan beasiswa bagi pemuda Indonesia untuk meraih gelar Master dan PhD. Biaya sepenuhnya ditanggung oleh USAID.
Adapun program yang ditawarkan adalah :
1. Master's Degree in Education and Human Development.
Konsentrasi studi pada Education Policy and Management, Human Development and Psychology, International Education Policy, Language and Literacy, Math and Science Education, Education Leadership, Teacher Eduation, Education Technology, Education Law, Education Finance, Curriculum and Instruction, Education Research Design, Politics in Education, Education Assessment and Testing, Special Education, Counseling.
*) Info selengkapnya lihat di www.aed.or.id
2. Master's Degree in Public Health.
Konsentrasi studi pada International Health, Epidemiology/Biostatistics, Health System Capacity Development.
3. Master's Degree in Environment Studies.
Konsentrasi studi pada Climate Change, Coastal and Marine Conservation, Pelagic Fisheries Management, Energy/Environmental Engineering.
4. Bachelor's, Master's, or PhD Degrees in Economics.
Konsentrasi studi pada Economics, Finance, Management, Accounting, Insurance, Agriculture, Agribussiness, Public Policy.
*) Info selengkapnya lihat di www.aed.or.id
Persyaratan umum :
1. Sesuai dengan bidang pekerjaan yang digeluti pelamar dan berkomitmen terhadap pembangunan Indonesia.
2. Tidak kuliah lagi minimal 5 tahun setelah lulus S1.
3. Warga negara Indonesia .
4. Mengisi formulir dan melengkapinya dengan CV, fotokopi kartu identitas, dan 1 halaman essay.
5. Menyertakan surat penunjukkan dari institusi tempat pelamar bekerja.
6. Menyertakan 3 surat rekomendasi lain selain dari orang yang memberi surat penunjukkan.
7. Menyertakan hasil tes kemampuan Bahasa Inggris (ITP TOEFL atau IELTS).
Beasiswa ini terbuka bagi siapa saja dan dari wilayah mana saja di seluruh Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut dan mendapatkan formulir pendaftaran, kirim email ke info@aed.or.id, atau unduh formulirnya di www.aed.or.id.
Kirim formulir dan persyaratan lengkap ke :
Academy for Educational Development (AED)
Wisma Nugra Santana, 16th Floor, Suite 1616,
Jalan Jenderal Sudirman Kav. 7-8, Jakarta 10220.
Paling lambat diterima 1 Januari 2010.***
Adapun program yang ditawarkan adalah :
1. Master's Degree in Education and Human Development.
Konsentrasi studi pada Education Policy and Management, Human Development and Psychology, International Education Policy, Language and Literacy, Math and Science Education, Education Leadership, Teacher Eduation, Education Technology, Education Law, Education Finance, Curriculum and Instruction, Education Research Design, Politics in Education, Education Assessment and Testing, Special Education, Counseling.
*) Info selengkapnya lihat di www.aed.or.id
2. Master's Degree in Public Health.
Konsentrasi studi pada International Health, Epidemiology/Biostatistics, Health System Capacity Development.
3. Master's Degree in Environment Studies.
Konsentrasi studi pada Climate Change, Coastal and Marine Conservation, Pelagic Fisheries Management, Energy/Environmental Engineering.
4. Bachelor's, Master's, or PhD Degrees in Economics.
Konsentrasi studi pada Economics, Finance, Management, Accounting, Insurance, Agriculture, Agribussiness, Public Policy.
*) Info selengkapnya lihat di www.aed.or.id
Persyaratan umum :
1. Sesuai dengan bidang pekerjaan yang digeluti pelamar dan berkomitmen terhadap pembangunan Indonesia.
2. Tidak kuliah lagi minimal 5 tahun setelah lulus S1.
3. Warga negara Indonesia .
4. Mengisi formulir dan melengkapinya dengan CV, fotokopi kartu identitas, dan 1 halaman essay.
5. Menyertakan surat penunjukkan dari institusi tempat pelamar bekerja.
6. Menyertakan 3 surat rekomendasi lain selain dari orang yang memberi surat penunjukkan.
7. Menyertakan hasil tes kemampuan Bahasa Inggris (ITP TOEFL atau IELTS).
Beasiswa ini terbuka bagi siapa saja dan dari wilayah mana saja di seluruh Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut dan mendapatkan formulir pendaftaran, kirim email ke info@aed.or.id, atau unduh formulirnya di www.aed.or.id.
Kirim formulir dan persyaratan lengkap ke :
Academy for Educational Development (AED)
Wisma Nugra Santana, 16th Floor, Suite 1616,
Jalan Jenderal Sudirman Kav. 7-8, Jakarta 10220.
Paling lambat diterima 1 Januari 2010.***
Sutradara : Teddy Soeriatmadja
Produser : Pieter Setiono dan L. Hermawan
Penulis Skenario : Ayu Utami
Produksi : Lamp Pictures dan Karuna Pictures
Pemain : Atiqah Hasiholan, Yama Carlos, Wulan Guritno, Nino Fernandez, Davina Hariadi, Frans Tumbuan, Imelda Soraya, Verdi Soelaiman, Henky Soelaiman, Imam Nurbowono
Rilis : 29 Oktober 2009
Sama seperti Merah Putih, Ruma Maida adalah sebuah film dengan latar belakang sejarah. Film yang diangkat dari novel karya Ayu Utami ini hadir dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda.
Film berbiaya Rp 5,5 M ini bercerita tentang Maida (Atiqah Hasiholan), gadis idealis yang mengelola sekolah anak jalanan di sebuah bangunan tua. Sekolah ini nyaris tanpa fasilitas. Pada suatu hari, seorang pengusaha membeli bangunan itu untuk dijadikan sentra bisnis. Maida dan murid-muridnya terancam terusir. Tak ingin anak-anak kehilangan kesempatan belajar, Maida mati-matian mempertahankan sekolah itu. Dalam usaha mempertahankan sekolahnya, Maida justru menyibak misteri rumah tua tesebut. Bangunan itu adalah saksi bisu atas kisah cinta yang syahdu dan tragis antara Ishak Pahing (Nino Fernandez) dan Nani Kuddus (Imelda Soraya) di zaman penjajahan.
Meski berlatar sejarah, tidak semua tokoh dalam film ini nyata. Sebut saja Ishak Pahing dan Nani Kuddus, mereka adalah tokoh fiksi. Lewat film ini, Ayu Utami ingin mengingatkan kita untuk belajar dari sejarah dan sebuah rumah dipilih sebagai metafora Indonesia.***
Penulis Skenario : Ayu Utami
Produksi : Lamp Pictures dan Karuna Pictures
Pemain : Atiqah Hasiholan, Yama Carlos, Wulan Guritno, Nino Fernandez, Davina Hariadi, Frans Tumbuan, Imelda Soraya, Verdi Soelaiman, Henky Soelaiman, Imam Nurbowono
Rilis : 29 Oktober 2009
Film berbiaya Rp 5,5 M ini bercerita tentang Maida (Atiqah Hasiholan), gadis idealis yang mengelola sekolah anak jalanan di sebuah bangunan tua. Sekolah ini nyaris tanpa fasilitas. Pada suatu hari, seorang pengusaha membeli bangunan itu untuk dijadikan sentra bisnis. Maida dan murid-muridnya terancam terusir. Tak ingin anak-anak kehilangan kesempatan belajar, Maida mati-matian mempertahankan sekolah itu. Dalam usaha mempertahankan sekolahnya, Maida justru menyibak misteri rumah tua tesebut. Bangunan itu adalah saksi bisu atas kisah cinta yang syahdu dan tragis antara Ishak Pahing (Nino Fernandez) dan Nani Kuddus (Imelda Soraya) di zaman penjajahan.
Meski berlatar sejarah, tidak semua tokoh dalam film ini nyata. Sebut saja Ishak Pahing dan Nani Kuddus, mereka adalah tokoh fiksi. Lewat film ini, Ayu Utami ingin mengingatkan kita untuk belajar dari sejarah dan sebuah rumah dipilih sebagai metafora Indonesia.***
Penerbit :
Tebal :
Harga :
Buku inilah yang telah membawa Julia Roberts ke Indonesia. Ceritanya yang menyentuh jutaan hati di seluruh dunia diangkat ke layar lebar. Julia Roberts sebagai pemeran utamanya alias sebagai Elizabeth Gilbert, karena memang buku ini adalah buku nonfiksi yang mengisahkan tentang pengalaman nyata pribadi si penulisnya.
Eat Pray Love adalah catatan perjalanan Elizabeth Gilbert dalam mencari kedamaian pasca perceraian pahit yang dialaminya. Elizabeth, atau Liz -panggilan akrabnya- berkelana ke Italia, India, dan Indonesia.
Di Italia, Liz menikmati wisata kuliner. Hidup ternyata menyenangkan, dan makan (eat) serta bersenang-senang adalah satu cara merayakannya. Dari gairah menikmati dunia, Liz menuju India. Selama empat bulan dia berada di sebuah ashram, belajar meditasi. Di sana dia menemukan kebahagiaan dalam hening dan doa (pray). Ketika riuh pikiran disenyapkan, dan kembali mendekatkan diri kepada-Nya, dia menemukan damai. Selanjutnya, Liz menuju Indonesia. Di Bali, dia menemukan cinta (love) dan keseimbangan. Seorang 'pintar' (Ketut Liyer) kembali mengajari dia arti kehidupan. Kata-katanya yang tak pernah Liz lupakan, "Anda jauh lebih beruntung daripada semua orang yang pernah saya temui. Anda akan panjang umur, punya banyak teman dan pengalaman. Anda hanya punya satu masalah besar. Anda terlalu khawatir." Di Bali, hati Liz tertambat kembali. Kali ini pada seorang pria Brazil, dan hubungan ini lebih damai bagi Liz, karena sang pria itu mencintainya begitu saja. Tanpa mengharap Liz memenuhi kebiasaan di masyarakat, bahwa pernikahan adalah lembaga untuk meneruskan keturunan. Liz pun menikah dengan pria itu dan hidup bahagia di New Jersey.
LAHIRNYA EAT PRAY LOVE
Eat Pray Love berawal dari akhir buruk pernikahan pertama Elizabeth Gilbert, sang penulisnya sendiri. Liz tidak mau punya anak, baik dari suaminya maupun dari laki-laki lain. Sedangkan suaminya sebaliknya, sangat menginginkan anak. Perbedaan itulah yang membuat mereka berpisah.
Perceraian adalah masalah besar pertama yang dihadapi Liz. Dia menderita karena mengecewakan orang lain, dirinya sendiri, dan juga anak yang tidak akan pernah dia lahirkan. Dalam keadaan tertekan, Liz pun memutuskan untuk traveling. Perjalanan kali ini dalam rangka mengobati hatinya dan mencari kedamaian.
Karena sudah melahirkan tiga buku, sebuah penerbit mendanai perjalanan selama satu tahun itu. Liz menuju tiga negara dan menyesap saripati hidup di sana. Dia ingin menjelajah seni menyenangkan diri di Italia, seni pemasrahan diri di India, dan di Indonesia, seni untuk menyeimbangkan keduanya.
TENTANG PENULIS Elizabeth Gilbert kini dikenal sebagai salah satu novelis top dunia. Namanya bahkan masuk dalam salah satu dari 100 orang paling berpengaruh di dunia versi Majalah Time pada tahun 2008.
Liz lahir di sebuah keluarga petani cemara di Connecticut pada 1969. Kakak perempuannya, Catherine Murdoc, juga penulis. Dia penulis Dairy Queen dan The Off Season. Setelah kuliah, Liz bertahun-tahun keliling AS. Bekerja sebagai apa saja (kebanyakan sebagai pramusaji dan bartender) selama enam bulan, menabung, kemudian berbekal tabungan melakukan perjalanan. Setelah uang habis, Liz bekerja kembali. Begitu seterusnya. Dan perjalanannya ke tiga negara, Italia, India, dan Indonesia adalah yang populer.
Sebelum mendunia berkat Eat Pray Love, Liz sebenarnya sudah menjadi penulis. Liz menulis banyak cerpen, beberapa buku, dan juga menjadi penulis lepas di beberapa media. Termasuk di majalah GQ. Catatannya sebagai bartender di majalah itu sangat disuka hingga menjadi inspirasi bagi film Coyote Ugly.
Liz pada akhirnya melejit berkat Eat Pray Love. Buku ini sukses luar biasa. The New York Times menyebutnya sebagai salah satu dari 100 buku terbaik di tahun 2006, karena nangkring terus dalam daftar buku favorit mereka selama 57 minggu. Entertainment Weekly juga memilihnya sebagai salah satu dari 10 buku nonfiksi terbaik di tahun itu. Novel itu pun diterjemahkan ke lebih dari 30 negara, dan terjual lebih dari 7 juta kopi.
Setelah Eat Pray Love, Liz tetap menulis, dan bukunya yang terbaru yang merupakan lanjutan dari Eat Pray Love, yaitu Commited : A Skeptic Makes Peace with Marriage dirilis Januari lalu.***
Tebal :
Harga :
Buku inilah yang telah membawa Julia Roberts ke Indonesia. Ceritanya yang menyentuh jutaan hati di seluruh dunia diangkat ke layar lebar. Julia Roberts sebagai pemeran utamanya alias sebagai Elizabeth Gilbert, karena memang buku ini adalah buku nonfiksi yang mengisahkan tentang pengalaman nyata pribadi si penulisnya.
Eat Pray Love adalah catatan perjalanan Elizabeth Gilbert dalam mencari kedamaian pasca perceraian pahit yang dialaminya. Elizabeth, atau Liz -panggilan akrabnya- berkelana ke Italia, India, dan Indonesia.
Di Italia, Liz menikmati wisata kuliner. Hidup ternyata menyenangkan, dan makan (eat) serta bersenang-senang adalah satu cara merayakannya. Dari gairah menikmati dunia, Liz menuju India. Selama empat bulan dia berada di sebuah ashram, belajar meditasi. Di sana dia menemukan kebahagiaan dalam hening dan doa (pray). Ketika riuh pikiran disenyapkan, dan kembali mendekatkan diri kepada-Nya, dia menemukan damai. Selanjutnya, Liz menuju Indonesia. Di Bali, dia menemukan cinta (love) dan keseimbangan. Seorang 'pintar' (Ketut Liyer) kembali mengajari dia arti kehidupan. Kata-katanya yang tak pernah Liz lupakan, "Anda jauh lebih beruntung daripada semua orang yang pernah saya temui. Anda akan panjang umur, punya banyak teman dan pengalaman. Anda hanya punya satu masalah besar. Anda terlalu khawatir." Di Bali, hati Liz tertambat kembali. Kali ini pada seorang pria Brazil, dan hubungan ini lebih damai bagi Liz, karena sang pria itu mencintainya begitu saja. Tanpa mengharap Liz memenuhi kebiasaan di masyarakat, bahwa pernikahan adalah lembaga untuk meneruskan keturunan. Liz pun menikah dengan pria itu dan hidup bahagia di New Jersey.
LAHIRNYA EAT PRAY LOVE
Eat Pray Love berawal dari akhir buruk pernikahan pertama Elizabeth Gilbert, sang penulisnya sendiri. Liz tidak mau punya anak, baik dari suaminya maupun dari laki-laki lain. Sedangkan suaminya sebaliknya, sangat menginginkan anak. Perbedaan itulah yang membuat mereka berpisah.
Perceraian adalah masalah besar pertama yang dihadapi Liz. Dia menderita karena mengecewakan orang lain, dirinya sendiri, dan juga anak yang tidak akan pernah dia lahirkan. Dalam keadaan tertekan, Liz pun memutuskan untuk traveling. Perjalanan kali ini dalam rangka mengobati hatinya dan mencari kedamaian.
Karena sudah melahirkan tiga buku, sebuah penerbit mendanai perjalanan selama satu tahun itu. Liz menuju tiga negara dan menyesap saripati hidup di sana. Dia ingin menjelajah seni menyenangkan diri di Italia, seni pemasrahan diri di India, dan di Indonesia, seni untuk menyeimbangkan keduanya.
TENTANG PENULIS Elizabeth Gilbert kini dikenal sebagai salah satu novelis top dunia. Namanya bahkan masuk dalam salah satu dari 100 orang paling berpengaruh di dunia versi Majalah Time pada tahun 2008.
Liz lahir di sebuah keluarga petani cemara di Connecticut pada 1969. Kakak perempuannya, Catherine Murdoc, juga penulis. Dia penulis Dairy Queen dan The Off Season. Setelah kuliah, Liz bertahun-tahun keliling AS. Bekerja sebagai apa saja (kebanyakan sebagai pramusaji dan bartender) selama enam bulan, menabung, kemudian berbekal tabungan melakukan perjalanan. Setelah uang habis, Liz bekerja kembali. Begitu seterusnya. Dan perjalanannya ke tiga negara, Italia, India, dan Indonesia adalah yang populer.
Sebelum mendunia berkat Eat Pray Love, Liz sebenarnya sudah menjadi penulis. Liz menulis banyak cerpen, beberapa buku, dan juga menjadi penulis lepas di beberapa media. Termasuk di majalah GQ. Catatannya sebagai bartender di majalah itu sangat disuka hingga menjadi inspirasi bagi film Coyote Ugly.
Liz pada akhirnya melejit berkat Eat Pray Love. Buku ini sukses luar biasa. The New York Times menyebutnya sebagai salah satu dari 100 buku terbaik di tahun 2006, karena nangkring terus dalam daftar buku favorit mereka selama 57 minggu. Entertainment Weekly juga memilihnya sebagai salah satu dari 10 buku nonfiksi terbaik di tahun itu. Novel itu pun diterjemahkan ke lebih dari 30 negara, dan terjual lebih dari 7 juta kopi.
Setelah Eat Pray Love, Liz tetap menulis, dan bukunya yang terbaru yang merupakan lanjutan dari Eat Pray Love, yaitu Commited : A Skeptic Makes Peace with Marriage dirilis Januari lalu.***
Beragam cara dilakukan untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-81 pada 28 Oktober 2009 ini.
BEM Fakultas Hukum UNISKA memilih turun ke jalan, bergabung bersama elemen mahasiswa dari sejumlah universitas lainnya, seperti dari UNLAM, IAIN, dan STIKIP PGRI. Mereka melakukan demo di Bundaran Hotel Arum Kalimantan terkait kontroversi Kabinet Indonesia Bersatu jilid II.
Sementara itu, BEM FISIP UNISKA mengadakan seminar dengan tema "Refleksi Sumpah Pemuda, Makna dan Tantangan bagi Generasi Sekarang dan Akan Datang". Menghadirkan pembicara, yaitu Drs. Taufik Arbain, M.Si (dosen FISIP Unlam), Dr. Vanny Maria, M.Sc (dosen Universitas Tadulako Palu), dan Dr. Uswah Hasanah (dosen Universitas Tadulako).
Sumpah Pemuda bukahlah sumpah biasa. Sumpah ini mengandung makna persatuan tanpa memandang perbedaan. Sebagian pihak menganggap dewasa ini filosofi Sumpah Pemuda telah dilupakan oleh pemuda itu sendiri. Nyatanya, berita tawuran mahasiswa seringkali terdengar. Meski hanya ulah segelintir oknum, namun telah mencoreng citra mahasiswa sebagai the agent of change.
Mudah-mudahan, gempita peringatan Hari Sumpah Pemuda kali ini tidak berakhir sebagai seremonial belaka, melainkan sebagai ajang kontemplasi bagi para pemuda tentang peran mereka hari ini. Pemuda sejatinya adalah pendiri dari setiap tonggak sejarah bangsa ini. Pembawa perubahan. Pemuda hari ini, yang tulus berbakti untuk negeri, sebab tangannya tidak berlumuran darah dan tidak ada uang hasil korupsi di sakunya (Pramoedya Ananta Toer), adalah pemimpin esok hari.
Selamat Hari Sumpah pemuda!***
BEM Fakultas Hukum UNISKA memilih turun ke jalan, bergabung bersama elemen mahasiswa dari sejumlah universitas lainnya, seperti dari UNLAM, IAIN, dan STIKIP PGRI. Mereka melakukan demo di Bundaran Hotel Arum Kalimantan terkait kontroversi Kabinet Indonesia Bersatu jilid II.
Sementara itu, BEM FISIP UNISKA mengadakan seminar dengan tema "Refleksi Sumpah Pemuda, Makna dan Tantangan bagi Generasi Sekarang dan Akan Datang". Menghadirkan pembicara, yaitu Drs. Taufik Arbain, M.Si (dosen FISIP Unlam), Dr. Vanny Maria, M.Sc (dosen Universitas Tadulako Palu), dan Dr. Uswah Hasanah (dosen Universitas Tadulako).
Sumpah Pemuda bukahlah sumpah biasa. Sumpah ini mengandung makna persatuan tanpa memandang perbedaan. Sebagian pihak menganggap dewasa ini filosofi Sumpah Pemuda telah dilupakan oleh pemuda itu sendiri. Nyatanya, berita tawuran mahasiswa seringkali terdengar. Meski hanya ulah segelintir oknum, namun telah mencoreng citra mahasiswa sebagai the agent of change.
Mudah-mudahan, gempita peringatan Hari Sumpah Pemuda kali ini tidak berakhir sebagai seremonial belaka, melainkan sebagai ajang kontemplasi bagi para pemuda tentang peran mereka hari ini. Pemuda sejatinya adalah pendiri dari setiap tonggak sejarah bangsa ini. Pembawa perubahan. Pemuda hari ini, yang tulus berbakti untuk negeri, sebab tangannya tidak berlumuran darah dan tidak ada uang hasil korupsi di sakunya (Pramoedya Ananta Toer), adalah pemimpin esok hari.
Selamat Hari Sumpah pemuda!***